Tanjung pinang,Tintamediakepri.id. Di SMA Negeri 2 Tanjungpinang dan SMK Negeri 2 Tanjungpinang, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, melalui Program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (BINMATKUM), telah diadakan Program Jaksa Masuk Sekolah dengan tema “Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkotika serta Perundungan (Bullying). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka menciptakan revolusi mental yang sadar hukum.
Tim Jaksa Masuk Sekolah (JMS) terdiri dari Yusnar Yusuf, S.H. M.H., Kasi Penerangan Hukum, Adityo Utomo, S.H. M.H., Kasi Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen, dan anggota Tim Penkum lainnya. Siswa dan siswa di sekolah menengah atas—generasi emas penerus bangsa—ingin belajar tentang pengetahuan hukum sejak dini melalui kegiatan Jaksa Masuk Sekolah (JMS). Sebagai narasumber, Yusnar Yusuf, Kasi Penkum Kejati Kepri, dan Adityo Utomo, Kasi Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen, berpartisipasi. Dalam materi tentang NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya), Yusnar Yusuf, S.H. M.H., Kasi Penkum Kejati Kepri, menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara narkotika dan psikotropika, yaitu narkotika.
yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, pengurangan hingga penghapusan rasa nyeri, dan ketergantungan. Psikotropika, di sisi lain, adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alami maupun sintetis, yang memiliki efek psikoaktif dengan mengubah susunan saraf pusat secara selektif, menyebabkan perubahan khusus pada aktivitas mental dan prilaku. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkoba adalah zat buatan atau yang berasal dari tanaman yang menyebabkan halusinasi, penurunan kesadaran, dan kecanduan. Narkotika termasuk Golongan I, misalnya ganja, opium, shabu-shabu, pil extasi, dan sebagainya. Golongan II termasuk Morfin, Peditin, Alfaprodina, dan Golongan III termasuk Codein, antara lain. Psikotropika Golongan I, seperti DMA dan MDMA,Meskalin, dan sebagainya; Golongan II, misalnya, afetamin, metakulon, dan sebagainya; Golongan III, misalnya, flunitrazepam, pentobarbital, dan sebagainya; dan Golongan IV, misalnya, diazepam, fenobarbital, dan sebagainya. Selanjutnya, pemateri memberikan penjelasan tentang dampak dari penggunaan narkoba, seperti kerusakan organ tubuh, masa depan yang tidak menentu, hukuman penjara atau hukuman mati, perubahan sikap dan mental, kemungkinan terjerumus dalam tindak kriminal, dan kematian akibat overdosis. Selain itu, narasumber memberikan penjelasan tentang arti setiap komponen pasal pidana dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terutama Bab XV dari Pasal 111 s/d Pasal 148, yang mencakup ancaman hukuman yang mencakup hukuman mati. Karena siswa harus menyadari bahwa ancaman hukuman pidana sangat berat bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana narkoba, diharapkan mereka dapat menghindari dari tindakan yang melanggar undang-undang. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang persyaratan untuk rehabilitasi korban penyalahguna narkotika, peran masyarakat, peran pemerintah, dan upaya penanggulangan narkotika. Pemateri berikutnya, Kasi Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen Adityo Utomo, S.H., M.H., menjelaskan bullying sebagai perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali dengan menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan untuk menyakiti korban secara fisik, mental, atau seksual.
Bullying juga merupakan ancaman yang dilakukan sekali saja, tetapi juga jika korbannya terus merasa ketakutan. Selanjutnya, dalam kesempatan tersebut, penelitian tentang bentuk bullying, jenisnya, dampak, faktor penyebab, karakteristik, dan ciri-ciri korban bullying, serta interaksi bullying dengan sekolah dan orang lain dibahas. Karena korban dianggap berbeda, lemah, tidak percaya diri, tidak populer, dan tidak memiliki banyak teman, pelaku yang melakukan perundungan atau bullying akan menjadi sangat percaya diri, agresif, berwatak keras, dan tidak fokus pada belajar karena fokusnya adalah untuk mengincar dan merencanakan tindakan selanjutnya.
Ada kemungkinan terjadinya bullying, anak yang merasa dominan, karakter agresif, atau pengalaman atau pola asuh keluarga yang tidak sesuai; kurangnya pengawasan dan kepedulian sekolah terhadap perilaku siswa; atau lingkungan sekolah yang mendukung premanisme, seperti geng atau kelompok. Sesi berikutnya dilanjutkan dengan tanya jawab antara narasumber dan siswa, yang sangat menarik tentang berbagai jenis kejahatan yang sering terjadi di masyarakat.
Program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) di Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau sangat membantu pelajar dan guru dalam memperoleh pengetahuan dan kesadaran hukum. Mereka dapat menggunakan pengetahuan ini dalam pendidikan mereka di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau pada Bidang Pembinaan SMA Budi Susilo, S.Pd., Analis Kebijakan, Kepala Sekolah SMAN 2 Tanjungpinang Drs. Kariadi, dan Kepala Sekolah SMKN 2 Tanjungpinang Supini, S.Pd., bersama dengan guru dan siswa yang hadir, total 500 orang di SMAN 2 dan 70 orang di SMKN 2 Tanjungpinang, hadir pada Program Jaksa Masuk Sekolah (JMS). .
Redaksi