Tintamediakepri.idKementerian Pertahanan Rusia menyebut serangan mereka telah menewaskan sekitar 200 militan di Suriah.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah menewaskan hingga 200 pejuang di Suriah selama serangan udara ke lokasi persembunyian para militan di timur laut Palmyra, tempat para pejuang merencanakan serangan menjelang pemilihan presiden bulan depan.
“Setelah mengkonfirmasi data melalui berbagai saluran di lokasi fasilitas teroris, pesawat Angkatan Udara Rusia melakukan serangan udara,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP, Selasa (20/4)
“Dua tempat persembunyian dihancurkan, hingga 200 militan, 24 truk pickup dengan senapan mesin kaliber besar, serta sekitar 500 kilogram amunisi dan komponen untuk membuat alat peledak improvisasi,” tambahnya.
Pernyataan tersebut tidak menyebutkan tanggal peristiwa tersebut maupun kelompok yang menjadi sasaran.
Dikatakan bahwa targetnya adalah “pangkalan yang disamarkan”, di mana “kelompok teroris” mengatur serangan di Suriah dan membuat bahan peledak.
Mereka secara khusus merencanakan “serangan teroris dan serangan terhadap badan-badan pemerintah di kota-kota besar untuk mengguncang situasi di negara itu menjelang pemilihan presiden di Suriah.”
Pemungutan suara, yang akan diadakan pada 26 Mei, adalah yang kedua sejak konflik Suriah meletus pada 2011. Setidaknya selama konflik senjata terjadi sejak 10 tahun lalu telah menewaskan lebih dari 388 ribu orang.
Pemilu bulan depan diharapkan dapat membuat Presiden Bashar al-Assad tetap berkuasa di negara yang dilanda perang saudara tersebut.
Rusia telah menjadi sekutu utama rezim Assad selama perang dan intervensi militer Moskow pada 2015 membantu mengubah gelombang pertempuran.
Pada hari Senin, (19/4), Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa “teroris” sedang dilatih di beberapa kamp di daerah yang tidak dikendalikan oleh rezim Suriah, “termasuk di daerah Al-Tanf, yang dikendalikan oleh militer AS”.
Moskow pada Februari mengutuk serangan AS terhadap milisi yang didukung Iran di Suriah timur. Mereka juga menuntut Washington menghormati integritas teritorial negara itu.
Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov pada saat itu mengatakan Rusia ingin mengetahui rencana Washington di Suriah dan menyarankan Amerika Serikat tidak berencana untuk meninggalkan negara itu(*)
Sumber ,CNN Indonesia